Istri Simpanan

Bab 156 - Kesiangan\n\nBab Kesiangan



Bab 156 - Kesiangan\n\nBab Kesiangan

Dert … dert … derttt ….     

Suara getaran ponsel membangunkan Dae Hyun dari tidur indahnya bersama Soo Yin. Ia membiarkannya saja karena matanya masih ingin terpejam beberapa saat. Namun ternyata ponselnya tidak juga berhenti bergetar. Dengan rasa malas Dae Hyun terpaksa melepaskan tangannya yang masih melingkar di pinggang Soo Yin. Ia duduk bersandar pada sisi ranjang kemudian meraih ponselnya yang berada di atas nakas tepat di sampingnya saat ini.     

"Siapa yang pagi-pagi seperti ini menelepon?" gerutu Dae Hyun dengan mata yang masih mengantuk. Ia segera memeriksanya, ternyata itu panggilan dari Chang Yuan. Panggilan itu sudah tidak terjawab tiga kali.     

"Ada apa, Asisten Chang?" tanya Dae Hyun dengan suara yang masih serak begitu sudah terhubung.     

"Tuan, hari ini ada rapat yang harus Anda hadiri sebagai direktur hotel," ujar Chang Yuan di seberang telepon. Selama Soo Yin tidak masuk Chang Yuan yang menggantikan semuanya.     

"Itu sebabnya kau menghubungiku pagi buta seperti ini? Bukankah ada Kim Soo Hyun? Suruh saja dia yang mewakilkanku," ujar Dae Hyun sembari mendengus.     

"Maaf, Tuan. Apa anda baru bangun? Padahal sekarang sudah hampir pukul sembilan. Tuan Kim Soo Hyun ada rapat lain dengan para investor. Itu sebabnya saya menghubungi anda agar anda segera datang ke hotel," ujar Chang Yuan dengan tenang. Ia sudah bisa menebak keberadaan Dae Hyun saat ini. Jika berada di UN Village tidak mungkin sampai siang seperti ini belum bangun.     

Mata Dae Hyun langsung melebar serta kantuknya juga menghilang ketika melihat jam dinding yang memang sudah hampir pukul sembilan.     

"Baiklah, aku akan segera ke sana." Dae Hyun langsung mematikan sambungan telepon.     

Semalam ia memang tidak bisa membendung keinginannya yang sudah beberapa hari tidak tersampaikan.     

Dae Hyun terlebih dahulu memandang wajah Soo Yin yang masih tertidur pulas. Ia membetulkan selimut agar tubuh Soo Yin tertutup sepenuhnya.      

"Maaf, kau semalam pasti kelelahan," ujar Dae Hyun sembari menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Soo Yin. Ia mengecup kening Soo Yin sebelum akhirnya turun dari ranjang.     

Jika saja Kim Soo Hyun tidak repot maka Dae Hyun bisa seharian tinggal di villa Pyeongchang-dong bersama istri kecilnya. Ia sebenarnya merasa cukup lelah karena baru saja pulang sekarang harus bekerja kembali. Ia seperti tidak memiliki waktu untuk beristirahat. Jika nanti Kim Soo Hyun sudah bisa diandalkan ia ingin berhenti dan memilih hidup dengan tenang bersama Soo Yin.     

Dae Hyun segera membersihkan diri agar bisa bersiap-siap karena ia tidak punya banyak waktu.     

Sampai Dae Hyun sudah selesai berpakaian dengan rapi ternyata ternyata Soo Yin belum juga bangun. Soo Yin masih tidur dengan posisi miring sambil memeluk bantal guling. Dae Hyun tetap membiarkannya untuk tetap tidur dan tidak berniat untuk membangunkannya sama sekali. Ia tersenyum sambil memandang Soo Yin beberapa saat kemudian mengecup keningnya. Pria itu seperti tidak merasa  bosan sama sekali.     

Dae Hyun bergegas melangkahkan kakinya ke luar dan menutup pintu dengan hati-hati. Ketika selesai menuruni anak tangga Dae Hyun melihat Bibi Xia yang tengah sibuk bersih-bersih.     

"Bibi, jika istriku bangun katakan padanya jika aku sudah pergi bekerja," ujar Dae Hyun sembari memasang arloji di pergelangan tangannya.     

"Baik, Tuan," sahut Bibi Xia.     

"Apa Tuan tidak sarapan terlebih dahulu?" lanjut Bibi Xia.     

"Tidak, Bibi, karena aku sedang terburu-buru," ujar Dae Hyun sembari melangkahkan kakinya dengan untuk ke luar dari villa Pyeongchang-dong.     

Keluarganya tidak akan curiga jika ia tidak pulang ke UN Village karena Dae Hyun mengatakan jika pagi ini baru sampai di Seoul.     

=============================     

Matahari kini sudah berada di tengah-tengah cakrawala namun Soo Yin belum juga terbangun. Bibi Xia sudah beberapa kali untuk memeriksa namun sama saja Soo Yin masih saja tertidur pulas.     

Kini waktu sudah lewat tengah hari ketika Soo Yin mengerjapkan kedua matanya sembari memegang kepalanya yang terasa berputar-putar. Ia mencobanya untuk bangkit untuk duduk bersandar di sisi ranjang. Ia mengamati kondisi tubuhnya yang tidak memakai sehelai benangpun. Barulah Soo Yin teringat jika semalam Dae Hyun pulang.      

"Kemana dia?" gumam Soo Yin sembari memandang samping tempat tidurnya yang sudah kosong. Di kamar mandi juga sepertinya tidak ada tanda-tanda keberadaan suaminya karena tidak terdengar air yang mengalir.     

Soo Yin langsung melebarkan pupilnya hendak ke luar ketika melihat jam dinding yang sudah menunjukkan hampir pukul satu siang. Pandangan Soo Yin langsung beralih ke arah jendela yang masih tertutup tirai. Ternyata sinar matahari sudah bersinar sangat terang. Tadinya ia sempat berpikir jika masih dini hari     

Soo Yin memijat pundaknya sebentar. Tubuhnya terasa remuk karena ulah suaminya semalam. Entah mengapa suaminya selalu melakukannya tanpa ada rasa lelah sekali.     

Soo Yin menggeser tubuhnya ke sisi ranjang untuk bisa turun. Ia melilitkan selimut ke tubuhnya kemudian melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi.     

Soo Yin pelan-pelan menyeret kakinya karena area sensitifnya terasa ngilu. Jika suatu saat nanti mereka hidup bersama, Soo Yin tidak sanggup membayangkan jika harus melayaninya setiap malam.     

"Aduh," rintih Soo Yin karena tiba-tiba saja perutnya terasa agak sakit. Ada rasa sesuatu seperti melilit. Ia terus masuk ke kamar mandi sembari membungkuk untuk menahan rasa sakit yang belum pernah dirasakan olehnya. Namun rasa itu tidak berlangsung lama sehingga Soo Yin bisa membersihkan diri.     

Setelah selesai berganti pakaian Soo Yin duduk di depan meja rias sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Ia melihat begitu banyak tanda merah di leher dan belahan dadanya.     

"Ya ampun, dia itu seperti vampir saja," gumam Soo Yin sembari mengusap lehernya yang jenjang.     

Melihat kondisi ranjang yang berantakan Soo Yin bangkit dari duduknya kemudian memunguti bantal dan pakaiannya yang berserakan. Pandangannya tertuju pada noda berwarna merah yang ada di seprai. Noda itu terlihat sangat jelas karena seprai itu berwarna putih.     

Soo Yin mengerutkan keningnya. Bukankah darah perawan hanya ada ketika pertama kali melakukannya? ~ batin Soo Yin.      

Soo Yin berpikir mungkin itu darah kotornya. Ia baru teringat jika bulan kemarin belum datang bulan bahkan bulan ini juga belum.     

Ia sedikit bisa bernafas lega karena mungkin saja kalau ia akan datang bulan meski agak terlambat. Belum pernah terpikirkan olehnya jika ia harus memiliki anak dalam jangka waktu dekat.     

Tok … tok … tok …     

Sebuah suara ketukan pintu membuyarkan Soo Yin dari lamunannya. Ia menoleh ke arah pintu.     

"Masuk!" seru Soo Yin.     

Pintu pun perlahan terbuka, ternyata Bibi Xia yang masuk sambil membawa nampan berisi makanan.     

"Ternyata Nona sudah bangun. Ini bibi sudah membawakan sup untuk anda," ujar Bibi Xia seraya tersenyum. Ia kelima kalinya masuk ke kamar Soo Yin.     

"Seharusnya Bibi tidak perlu repot-repot membawanya ke sini karena aku juga sebentar lagi turun," ujar Soo Yin.     

"Tidak repot, bibi juga tadi ingin memastikan Nona sudah bangun atau belum."     

Soo Yin mengulurkan tangannya menerima nampan yang dibawa Bibi Xia. Makanan itu terlihat enak sehingga Soo Yin ingin mencicipinya. Baru saja satu suapan tiba-tiba Soo Yin merasakan nyeri seperti tadi di perutnya.     

"Aduh,  perutku sakit," rintih Soo Yin sembari memegangi perutnya. Ia segera meletakkan mangkuk soup ke atas nakas     

"Nona kenapa?" Bibi Xia panik melihat Soo Yin yang meringis kesakitan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.