I'LL Teach You Marianne

Sang penghubung



Sang penghubung

Perang dingin antara Anne dan Jack masih berlangsung, saat ini tak ada percakapan apapun yang terjadi antara Anne dan Jack di meja makan. Bahkan Nicholas saat ini sudah memilih duduk disamping Anne, pria itu memutuskan untuk menjadi orang Anne sama seperti Luis yang sejak awal ada di pihak Anne daripada Jack. Damn, Jack dikhianati dua orang yang harusnya membelanya!     

"Apa anda hari ini jadi pergi ke Musee d'Art et d'Histoire, Nyonya?"tanya Luis pelan memecah keheningan di meja makan.     

Anne tersenyum. "Tentu saja, Chirstian saja sudah tak sabar ingin pergi ke tempat itu. Iyakan, baby?"     

"Iya, tapi Daddy ikut juga kan Mom?"     

Pertanyaan Christian sontak membuat suasana semakin tak nyaman, Jack yang sejak tadi hanya menikmati kopi pahitnya langsung tersenyum ke arah sang putra yang duduk diseberangnya.     

"Kau ingin Daddy ikut, boy?"tanya Jack lembut.     

"Sure, aku ingin melihat museum itu bersama Daddy juga. Pergi ke museum bersama Mommy kurang lengkap tanpa Daddy,"jawab Christian polos.     

Jack terkekeh, dalam hati ia memuji kecerdasan sang anak yang luar biasa itu. "Kalau begitu Christian harus ikut Daddy ke kantor dulu, setelah Daddy selesai meeting kita bisa pergi bersama-sama."     

"No, thanks."     

"Ok."     

Anne dan Christian bicara secara bersamaan sehingga membuat kedua sempat saling pandang selama beberapa saat dan Jack tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. "Jadi bagaimana, apa Christian mau ikut Daddy ke kantor dulu?"     

"Iya Daddy, aku mau ikut Daddy. Tapi kita naik helikopter lagi, ya."     

Jack tersenyum penuh kemenangan. "Tentu saja, apapun yang Christian mau Daddy akan mengabulkannya."     

"Horaiii...horaiiii...helikopter, aku naik helikopter lagi."     

Anne menghela nafas panjang mendengar teriakan Christian yang sangat senang itu, Anne tak berniat merusak kesenangan putranya dengan melarangnya pergi ke kantor bersama sang ayah menggunakan helikopter. Christian sangat menyukai pesawat.     

Jack tersenyum lebar saat melihat ekspresi kegirangan putranya, Erick yang sudah sadar akan tugasnya langsung bangun dari kursi untuk mempersiapkan helikopter. Sesekali Jack mencuri pandang ke arah Anne yang pagi ini terlihat sedikit pucat, oh Tuhan apa dia sakit? Sungguh perasaan Jack kacau sekali pagi ini, rasanya ia ingin sekali memeluk Anne saat ini.     

"Jadi bagaimana nyonya, apakah anda tetap pergi sesuai rencana semalam?"tanya Luis kembali mencoba memancing reaksi sepasang suami istri yang sedang perang dingin dihadapannya itu.     

Anne mengambil sapu tangan dan menyeka bibirnya dengan lembut. "Sepertinya aku berubah pikiran, Luis. Aku ingin bermalas-malas saja di rumah."     

"Baiklah jika itu mau anda,"jawab Luis santai sebelum akhirnya menyeruput kopi pahit kesukaannya dengan sebuah senyum yang tak dapat diartikan.     

Jack menghela nafas panjang, mencoba sabar. Seandainya saat ini tak ada Christian diantara mereka mungkin saja ia sudah marah sejak tadi, keberadaan anak menggemaskan itu benar-benar membuat Jack menjadi lebih sabar dari sebelumnya. Kedatangan seorang pelayan masuk kedalam rumah membuat Jack sadar kalau saat ini persiapan yang dilakukan Erick sudah selesai, tanpa berbicara Jack lalu menghampiri Christian yang sudah sangat antusias sekali ingin naik helikopter.     

"Mommy, apa Mommy ikut dengan kami?"celoteh Christian penuh semangat saat sudah berada di gendongan sang ayah.     

Anne tersenyum. "Tidak baby, kau pergi berdua saja dengan Daddy. Mommy di rumah."     

Christian memajukan mulutnya, ia terlihat marah. "Kenapa?"     

"Mommy ingin membaca buku di rumah,"jawab Anne sekenanya.     

Christian menaikkan satu alisnya, ia kemudian memberontak berusaha melepaskan diri dari pelukan sang ayah. Jack yang paham keinginan sang putra kemudian mengendurkan gendongannya dan menurunkan Christian dengan hati-hati ke pangkuan Anne, begitu berada dipangkuan sang ibu Christian langsung menenggelamkan wajahnya ke dada sang ibu. Anak pintar itu menangis.     

Suara isak tangis Christian akhrinya membuat Anne luluh, ia paling lemah jika sudah melihat Christian menangis. Dengan penuh cinta Anne meraih tubuh Christian untuk dicium, biasanya Christian akan diam jika sudah mendapatkan ciuman. Akan tetapi kali ini apa yang dilakuka Anne tak berhasil, anak itu masih menangis dengan air mata yang semakin menganak sungai di wajahnya.     

"Ok..ok...mommy ikut, sekarang Christian bisa berhenti menangis. Anak laki-laki tak boleh cengeng, baby,"ucap Anne pelan, mengalah demi Christian.     

Christian yang patuh langsung menyeka air matanya dan kemudian memeluk sang ibu dengan erat, melihat pemandangan itu membuat hati Jack terasa sedikit sakit. Ia sadar yang menyebabkan Christian menangis adalah dirinya, karena keegosiannya yang tak mengerti sang istri. Dengan senyum yang tak bisa diartikan Jack kemudian meraih tubuh kecil Christian dari pelukan ibunya dan memberikan ciumannya berkali-kali ke pipi Christian yang masih basah karena air mata, Christian terkekeh geli karena terkena kumis tipis sang ayah yang belum di cukur. Jack baru menyudahi ciumannya saat Anne sudah kembali bergabung dengan mereka setelah sebelumnya mengambil tas dilantai dua.     

Melihat sang nyonya bersiap pergi Nicholas pun langsung bangun dari kursinya, akan tetapi gerakannya langsung terhenti saat Jack menatapnya tajam. "Kau naik mobil, tidak ikut kami."     

"B-baik Tuan."     

Jack kemudian melangkahkan kakinya menuju pintu keluar bersama Christian yang diikuti Anne dibelakang, Christian tertawa lebar ia benar-benar sudah tidak sabar untuk naik helikopter. Dari tempat duduknya Luis tersenyum melihat keluarga kecil sang tuan pergi, ia senang karena Christian berhasil pendingin dari perang yang dilakukan kedua orang tuanya.     

"Ya sudah aku pergi dulu, Luis,"ucap Nicholas pelan tak lama setelah Jack dan Anne tak terlihat lagi dari pandangan mereka.     

"Ceritakan padaku soal wanita bernama Giselle."     

Nicholas langsung menoleh ke arah Luis. "Kenapa kau tiba-tiba penasaran dengan wanita itu?"     

Luis menyeruput kopi pahitnya kembali. "Saat kau ingin menghancurkan musuh bukankah kau harus tahu kelemahan musuh itu terlebih dahulu?"     

"Aku tak mengerti dengan maksud perkataanmu, Luis."     

"Sudahlah kalau kau tak mengerti, lebih baik sekarang kau ceritakan soal wanita bernama Giselle itu padaku sekarang juga atau kau tak akan bisa pergi ke kantor dan membuat Tuan semakin marah padamu. Pilihan ada padamu, Nick,"jawab Luis pelan penuh intimidasi.     

Nicholas menghela nafas panjang, ia kemudian duduk kembali di kursinya dan mulai menceritakan soal Giselle. Sumber perperangan Jack dan Anne tadi malam, Nicholas mengulangi semua yang Anne katakan tadi malam pada Luis. Ia bahkan juga menceritakan beberapa kejanggalan wanita itu di kantor, saat Nicholas berbicara Luis tak ikut bicara sama sekali. Luis benar-benar menjadi pendengar yang baik, sesekali ia menganggukkan kepalanya namun tetap dengan mulut yang terkunci rapat.     

"Sebenarnya aku pun juga tak suka pada wanita itu, dia terlalu arogan untuk menjadi sekretaris. Gayanya sudah seperti nyonya pemilik perusahaan saja dan jujur itu membuatku muak, karena Nyonya Anne yang jelas-jelas sudah menjadi Nyonya Clarke saja biasa saja,"ucap Nicholas pelan menutup ceritanya.     

Luis menipiskan bibirnya. "Sepertinya mendiang Tuan besar benar dalam menilai Nyonya Anne, wanita seperti Nyonya Anne 1 diantara 1000. Tenang saja Nick, aku akan menyelesaikan semuanya jika Tuan tak bertindak."     

"Baguslah, tapi kau harus hati-hati, Luis. Orang tua Giselle Alen cukup punya nama di kota ini."     

Luis terkekeh. "Tapi mereka bukan apa-apa bagi keluarga Clarke, Nick. Jangan lupa itu."     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.