I'LL Teach You Marianne

Balas Budi?



Balas Budi?

Mansion Jack     

Jack menatap Anne yang baru saja tidur setelah menerima obat penenang yang disuntikkan dokter Caitlyn padanya, ditengah perjalanan sebelumnya tadi Jack meminta dokter Caitlin untuk membawa Anne kembali ke rumah. Jack tak ingin Anne berada terus-menerus di rumah sakit karena hal itu dapat membuatnya semakin tertekan.     

"Saat ini yang dibutuhkan olehnya bukan lagi obat-obatan ataupun dokter, yang dibutuhkan oleh Anne adalah dukungan orang-orang terdekatnya supaya ia lekas bangkit dari semua ini,"ucap dokter Caitlyn pelan ketika keluar dari kamar pada Jack.     

Jack menghela nafas panjang. "Apakah hal semacam ini sering terjadi kepada wanita yang kehilangan bayinya, dok?"     

"Kurang lebih seperti itu, bahkan tak jarang sampai ada beberapa wanita yang sampai mengalami depresi berat karena kehilangan anak yang didambakannya,"jawab dokter Caitlyn lirih.     

Jack mengepalkan kedua tangannya, menahan diri untuk tidak meledak. "Anne tak mungkin menyalahkan Christian atas kejadian ini bukan?"     

"Tak ada seorang ibu yang pilih kasih kepada salah satu anaknya, apalagi dalam masalah ini. Yang aku takut bukan Christian yang disalahkan oleh Anne, tapi dirinya sendiri. Jika Anne terus menyalahkan dirinya sendiri maka usaha kita untuk membuatnya bangkit lagi akan sedikit sulit."     

"Jesus."     

"Kita harus tetap optimis, Tuan. Dengan dukungan anda saya yakin Anne mampu bangkit dari keterpurukannya saat ini, percaya dan yakinlah,"ucap dokter Caitlyn kembali mencoba memberikan semangat pada Jack.     

Jack tak merespon ucapan dokter Caitlyn, pandangannya sudah beralih pada Anne yang tengah terlelap diatas ranjang. Dokter Caitlyn pun memilih untuk pergi meninggalkan Jack, ia ingin memberikan kesempatan pada sepasang suami istri itu berdua.     

Ketika dokter Caitlyn tiba di lantai satu kedatangannya langsung disambut oleh Alice yang sudah menggendong Christian.     

"Mommy?" Christian yang pintar langsung menanyakan keberadaan ibunya yang selama hampir tiga hari ini tak ia temui.     

Dokter Caitlyn tersenyum dan meraih Christian dari gendongan Alice. "Saat ini Mommy sedang istirahat, Christian jangan mengganggunya, ya."     

"Is my Mommy sick? "     

"No, your Mommy is fine."     

"Really?"     

Dokter Caitlyn terkekeh. "Iya, mommy benar-benar sedang tidur, anak pintar."     

Christian kegirangan mendengar ibunya baik-baik saja, selama tiga hari ini tak ada satupun yang mau menjawab pertanyaan-pertanyaannya yang menanyakan keberadaan sang ibu. Karena itu saat ini Christian sangat senang ketika tahu ibunya baik-baik saja di kamar.     

Alice yang sejak tadi diam menepuk pundak dokter Caitlyn untuk mencari tahu kondisi Anne yang sebenarnya, sebuah gelengan kecil dari dokter Caitlyn membuat Alice dan yang lain langsung tertunduk lesu. Mereka tahu apa arti gelengan kepala dokter Caitlyn.     

Luis pun hanya bisa diam dan tak banyak bicara, kali ini ia tak bisa berbuat banyak karena masalah ini diluar wewenangnya.     

"Kasihan Anne, dia pasti sangat sedih,"ucap Rose lirih pada saat berada dalam pelukan Aaron.     

Aaron pun langsung menepuk-nepuk pundak sang istri dengan lembut. "Anne dan Jack pasti bisa melewati ini semua, mereka berdua kuat."     

Rose semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Aaron, sebagai seorang wanita Rose ikut merasakan kesedihan Anne.     

Sementara Daniel dan Nicholas hanya bisa duduk bersebelahan tanpa melakukan apa-apa, keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Awan mendung benar-benar tidak hanya menyelimuti Anne dan Jack saja, tapi orang-orang di sekelilingnya juga. Mereka pun merasakan kesedihan yang sama seperti yang dirasakan oleh Anne dan Jack.     

Setelah puas melihat Anne tidur Jack kemudian membuka laptopnya dan mulai mencari tempat untuknya menenangkan diri bersama Anne di Austria, Jack memilih Austria karena di negara itu banyak sekali ruang terbuka yang indah dan sejuk.     

Jack berharap dengan tinggal sementara waktu di pedesaan yang ada di negara itu Anne akan segera melupakan kesedihannya, namun setelah berselancar selama tiga puluh menit di internet secara tiba-tiba Jack menutup laptopnya yang masih menampilkan keindahan beberapa tempat di Austria.     

"Sepertinya aku harus kembali ke kota itu, tempat itulah yang seharusnya kami datangi untuk menenangkan diri. Kota bersejarah untukku dan Anne,"ucap Jack lirih sambil tersenyum.     

Dengan gerakan cepat Jack meraih ponselnya dan menghubungi salah satu kenalannya, tak lama kemudian mereka pun terlibat pembicaraan serius. Kedua mata Jack berbinar saat bicara, sesekali ia tersenyum saat menoleh ke arah Anne.     

"Aku mau semuanya seperti yang sudah aku jelaskan sebelumnya dan waktu kalian hanya 2 x 24 jam untuk mempersiapkan semuanya,"ucap Jack pelan menutup pembicaraannya.     

"Siap Tuan, kami akan melakukan semua yang anda inginkan." Terdengar suara seorang pria dengan aksen British yang kuat berbicara di ujung telepon sebelum akhirnya panggilan telepon itu terputus.     

Setelah selesai berbicara Jack kemudian berjalan ke arah ranjang dan langsung berbaring di samping sang istri yang terlelap karena pengaruh obat. "Kita akan memulai semuanya lagi dari awal, Anne. Akan ku perbaiki pertemuan pertama kita dulu, sayang. I love you Marianne, I love you."     

***     

Seorang wanita yang baru saja selesai mandi nampak menyentuh dadanya yang kini dipenuhi tanda merah, wanita cantik nan seksi itu duduk di kursi kebanggaannya sembari menghitung uang yang didapatkan malam ini dari pelanggan yang memakai jasanya diatas ranjang.     

"Ternyata menjadi pelacur lebih menyenangkan daripada harus menjadi istri orang kaya, bukan begitu kak?"     

Dari arah belakang seorang gadis muda lainnya yang memakai pakaian super ketat tiba-tiba bicara, mengomentari wanita yang tengah menghitung uangnya itu dengan nada centil.     

"Kau benar, ternyata menjadi jalang lebih menguntungkan. Dan aku harus berterimakasih pada pria itu yang sudah membuatku berada di dunia ini,"ucap wanita berhanduk itu dengan suara datar.     

"Haha... kenapa begitu kak? Apa kau masih marah pada lelaki itu?"     

Perlahan wanita yang tengah menghitung uangnya itu berbalik dan melepaskan handuk yang melilit tubuhnya begitu saja di kursi, tanpa rasa malu wanita itu berjalan menuju kaca besar yang ada di kamarnya. Menatap keindahan tubuhnya dari kaca itu sambil tersenyum.     

"Aku dulu pernah mengkhianati orang yang sudah menolongku disaat aku hampir dijadikan pelacur, aku bahkan sudah merebut posisi dari orang itu di keluarganya sehingga membuat orang itu terusir dari rumah. Dan setelah aku mendapatkan posisinya sebagai nyonya rumah hidupku tak pernah tenang sampai akhirnya pria yang aku ambil dengan cara yang salah justru menjerumuskan aku ke dunia ini, mungkin tempatku adalah didunia ini. Tempat dimana seharusnya aku berada saat aku tak ditolong oleh wanita baik hati itu, selama tiga tahun menjadi bintang di rumah bordil ini aku sadar bahwa Tuhan sepertinya sejak awal memang sudah menetapkan aku untuk berada disini."     

"Kak.."     

"It's ok, Bianca. Aku hanya mengenang sedikit perjalanan hidupku, aku kini jauh lebih tenang berada ditempat ini."     

Gadis berambut pirang yang sejak tadi hanya berdiri itu kemudian meraih handuk yang ada di kursi kemudian memasangkannya pada tubuh wanita cantik yang sejak tadi ia panggil dengan sebutan kakak.     

"Besok temani aku ke Berlin, Bianca. Aku ingin memberikan kejutan pada pria itu."     

"Kau serius?"     

Wanita yang sudah terbalut handuk itu mengangguk pelan. "Sangat serius, aku ingin membalas budi pada wanita yang sudah menolongku dulu."     

"Membalas budi apa?"     

"Kau akan tahu jika kita sudah sampai di tempat itu, Bianca,"jawab wanita cantik itu pelan sambil tersenyum menatap pantulan wajahnya dari kaca yang ada di hadapannya, tepat di samping kaca terlihat ponsel pintar wanita itu sedang menampilkan artikel tentang Marianne Clarke yang mengalami keguguran.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.